<b>Penyakit Buerger/Berger (Thromboangitis Obliterans) dan Asuhan Keperawatannya
</b>
A. Pengertian/definisi
Cheryl, L. et al. (2009) mendefnisikan penyakit Buerger sebagai peradangan nonatherosklerotik, keadaan bendungan yang menganggu sirkulasi pada kaki dan tangan, menyebabkan lesi segmental dan pembentukan thrombus pada arteri kecil dan sedang, kadang-kadang pada vena. Penyakit ini mempunyai insiden terbanyak pada laki-laki muda dengan riwayat pengguna tembakau.
B. Penyebab/etiology
Penyebab pasti penyakit Buerger belum diketahui, tapi diduga berhubungan dengan merokok, yang juga diduga karena reaksi hypersensitivitas terhadap nikotin. Penyakit Buerger mungkin berhubungan dengan penyakit Raynauld dan mungkin terjadi pada orang dengan penyakit autoimun.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi penyakit Buerger antara lain:
- Klaudikasi intermitten saat melangkah, dicetuskan oleh latihan dan mereda dengan istirahat.
- Awalnya kaki menjadi dingin, cyanosis dan mati rasa setelah terekspos dingin kemudian memerah menjadi panas dan mati rasa.
- Manifestasi klinis lain adalah gangguan nadi perifer
- Thromboplebitis superfisialis
- Nyeri ektremitas, ulkus, gangrene.
D. Gejala
- Nyeri berat, akut pada tangan atau kaki
- Rasa terbakar pada tangan atau kaki
- Kaludikasi intermitten
- Ulkus iskemik pada bagian distal jempol atau jari
- Kulit kebiruan atau merah pucat
- Kaki dingin
- Penurunan atau tidak ada nadi pada ektremitas yang terkena
- Memburuknya gejala dengan stress emosional atau dingin
- Adanya gejala lebih dari satu anggota gerak (biasanya bilateral dan symetris)
E. Evaluasi diagnostik
Evaluasi diagnostic dapat dilakukan melalui tindakan non invasive dan invasive.
- Evaluasi diagnostic non invasive meliputi:
- Pengkajian fisik vaskuler; membandingkan tekanan darah systolic pada lengan dan ankle mungkin dilakukan sebelum dan setelah latihan/olah raga. (Normalnya, tekanan sytolik sama. Pada penyakit atherosklerotik, tekanan di bawah area bendungan kurang dari tekanan di lengan).
- Ultrasonography Doppler – penurunan velocitas aliran melalui pembuluh stenosis atau tidak ada aliran pada bendungan total.
- Plethysmography segmental – penurunan tekanan distal area bendungan.
- Evaluasi diagnostic invasive
- Angiography – mengkonfirmasi adanya bendungan
- MRA – mengkonfirmasi adanya bendungan
- Spiral CT – memperoleh gambaran 3 dimensi arteri dan bendungan
F. Pengkajian Keperawatan
- Auskultasi abdomen dan dengarkan adanya bruit
- Observasi ekstremitas bawah terhadap warna, sensasi dan suhu. Bandingkan perbedaan bilateral.
- Inspeksi kuku terhadap penebalan, inspeksi kulit yang mengkilap, atrophy, rambut rontok dan kering – merefleksikan perubahan kronis.
- Kaji nyeri:
- Nyeri abdomen berat setelah makan
- Nyeri kaki dengan latihan
- Nyeri kaki saat istirahat
- Kaji ulkus jempol dan kaki
- Pengkajian nadi
G. Manajemen
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan penyakit Buerger antara lain:
- Mengembalikan aliran darah ke area iskemia yang kritis.
- Memelihara ektremitas
- Mengurangi nyeri yang berhubungan dengan klaudikasi atau nyeri saat istirahat
- Memberikan aliran darah yang cukup untuk penyembuhan luka.
- Terapi konservasi termasuk memodifikasi factor risiko; berjalan, menurunkan berat badan, berhenti merokok, mengontrok kondisi lain seperti DM dan hypertensi.
- Farmakologi dengan obat antiplatelet atau antikoagulan untuk memperbaiki aliran darah dengan meningkatkan fleksibilitas erythrosit dan menurunkan viskositas darah.
- Jika dengan konservasi tidak cukup, dengan pembedahan revaskularisasi (endarterectomy, arterial bypass grafting atau kombinasi keduanya) mungkin diperlukan.
- Prosedur endovaskuler seperti PTA mungkin digunakan.
- Terapy oksygen hyperbaric mungkin digunakan untuk penyembuhan luka dan gas gangrene.
- Amputasi ektremitas yang terkena bila ada infeksi berat atau gangrene, atau upaya gagal untuk revaskularisasi.
H. Diagnosa Keperawatan
- Perfusi jaringan (perifer) tidak efektif b/d penurunan aliran darah arteri.
- Gangguan persepsi sensoris (tactil) ektremitas bawah
- Risiko terjadinya infeksi b/d penurunan aliran darah arteri
I. Intervensi Keperawatan
- Meningkatkan perfusi jaringan:
- Lakukan cek neurovaskuler dengan sering pada ektremitas yang terkena.
- Inspeksi ektremitas bawah dan kaki terhadap ulkus baru atau perluasan ulkus yang sudah ada.
- Berikan dan dorong diet seimbang untuk mempercepat penyembuhan luka
- Dorong berjalan atau lakukan latihan ROM untuk meningkatkan aliran darah yang akan meningkatkan sirkulasi kolateral.
- Beri dan ajarkan pemberian obat anti nyeri untuk mencapai tingkat kenyamanan untuk ambulasi.
- perlindungan ektremitas bawah
- Dorong pasien untuk memakai pelindung kaki seperti sandal karet atau sepatu dengan jempol tertutup bila keluar dari tempat tidur.
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk menjaga jalan yang leluasa untuk menghindaricidera.
- Hindari pemakaian kaos kaki dan sepatu yang sempit.
- Instruksikan pasien untuk menghindari duduk dengan kaki disilang.
- Hindari menggunakan plester dan sabun kasar pada kulit yang terkena.
- Instruksikan pasien untuk mengecek suhu air mandi dengan tangan sebelum masuk bath tab.
- Lakukan dan ajarkan perawatan kaki, termasuk mencuci dan mengeringkan serta menginspeksi kaki setiap hari.
- Mencegah infeksi
- Berikan lanolin pada ekstremitas bawah untuk mencegah kekeringan dan kulit pecah.
- Dorong pasien untuk menggunakan kaos kaki yang bersih.
- Ajarkan pasien untuk mengenali tanda-tanda untuk dilaporkan:
- Kemerahan, bengkak, iritasi, melepuh, bau busuk.
- Gatal, rasa terbakar dan bercak-bercak merah.
- Lecet, tampilan kulit yang tidak biasanya.
- Area ulkus baru.
- Instruksikan pasien untuk mengecek ke dokter sebelum menggunakan lotion atau cream apapun pada luka.
- Berikan antibiotic paska operasi untuk mencegah infeksi di sekitar material prostetik graft.
Referensi
- Barbara, White E (1993). Medical Surgical Nursing Care Plans: Google books
- Cheryl, L. et al. (2009). Chronic Disorders: An Incredibly Easy! Pocket Guide (1st edition): Lippincott Williams & Wilkins.
- Fiebach Nicholas H., Kern, David E., Thomas, Patricia A., Ziegelstein, Roy C. (2007). Principles of Ambulatory Medicine (7th edition): Lippincott Williams & Wilkins.
- Nettina, Sandra M. (2010). Lippincott Manual of Nursing Practice (9th edition): Lippincott Williams & Wilkins.
Mempunyai seorang anak adalah kebahagiaan bagi keluarga. Seorang bayi yang baru dilahirkan membutuhkan perhatian orang tuanya. Bayi adalah karunia dan amanat Alloh yang wajib dijaga dan dipelihara sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hak bayi untuk tumbuh dan berkembang tersebut harus dipenuhi oleh orang tuanya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis dan psikologis.
Kebutuhan fisiologis bayi adalah termasuk kebutuhan untuk minum/makan, kebersihan diri seperti mandi, berpakaian, beraktifitas dan kenyamanan. Tentu kebutuhan ini sama halnya dengan kebutuhan orang dewasa. Namun demikian, kalau orang dewasa mampu untuk melakukannya sendiri dalam memenuhi kebutuhan itu, maka bayi harus dibantu untuk pemenuhan kebutuhannya.
Untuk memberikan minum/makan yang terbaik, maka bayi harus mendapatkan haknya sebagai seorang bayi yaitu kebutuhan akan ASI (Ais Susu Ibu). ASI merupakan minuman/makanan satu-satunya yang memberikan nutrisi lengkap yang diperlukan oleh bayi. Bagi bayi usia 0 – 6 bulan bayi hanya diberi ASI saja tanpa diberikan minuman atau makanan tambahan apapun atau istilah sering dikenal dengan “ASI eksklusif”. ASI memberikan banyak sekali manfaat bagi bayi karena komposisinya yang mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, seperti zat putih telur, lemak, karbohydrat, vitamin mineral, factor pertumbuhan, hormone, enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Lebih menarik lagi untuk dipahami bahwa setiap tetes, setiap menit ASI yang keluar mempunyai komposisi nutrisi yang berlainan disesuaikan dengan laju pertumbuhan bayi. Menurut Utami (2000), manfaat pemberian ASI bagi bayi antara lain sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih saying.
Meskipun, begitu lengkapnya komposisi dan manfaat ASI bagi bayi, mengapa masih banyak sekali ibu yang tidak mau atau enggan untuk menyusui bayinya? Menurut data dari dinas kesehatan kota Magelang, tahun 2012, ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif di kota Magelang hanya sekitar 5% saja. Utami (2000) menyebutkan beberapa alasan ibu untuk tidak menyusui secara eksklusif antara lain pertama, karena ASI tidak cukup. Meskioun memang ada ibu-ibu yang ASInya kurang, data menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis kurang produksi ASInya. Sementara 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Kedua, karena ibu bekerja sehingga menganggap bahwa tanggung jawab terhadap pekerjaan lebih besar dari pada tanggung jawabnya kepada bayinya. Alasan lain adalah ibu tankut ditinggal suami karena mereka mempercayai mitos bahwa menyusui dapat megubah bentuk payudara menjadi jelek, padahal berubahnya bentuk payudara adalah karena kehamilan. Selanjutnya, ibu biasanya mempunyai alasan untuk tidak menyusui karena takut bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja, padahal menurut DR. Robert Karen menjelaskan bahwa anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja dan agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tuanya. Alasan lain ibu tidak mau menyusui bayinya karena menganggap susu formula lebih praktis.
Apakah kita tidak menyadari bahwa ASI adalah hak bayi yang harus dipenuhi? Bila ibu-ibu tidak atau belum memberikan haknya kepada sang buah hatinya, pernahkah kita merasa bersalah dan mengucapkan kata maaf untuknya? Kini saatnya kita harus menyadari bahwa petumbuhan dan perkembangan bayi adalah tanggung jawab dan amanat yang harus dijalankan supaya bayi-bayi kita dapat tumbuh menjadi anak-anak yang kelak akan menemani kita di saat kita menjadi tua dan anak-anak yang akan mendo’akan kita ketika kita telah dipanggil oleh sang Pencipta. Adakah alasan lagi bagi kita untuk tidak memberikan ASI kepada buah hati kita yang menjadi haknya?
Referensi
- Utami, Roesli (2000). Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya
- Data Kesehatan Dinkes Kota Magelang tahun 2012.