HATI-HATI "PRE HIPERTENSI / PRE HYPERTENSION"

<b> HATI-HATI "PREHIPERTENSI/PREHYPERTENSION" </b>

The Seventh Report of the Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure mendefinisikan kategori tekanan darah baru yaitu "prehypertension" untuk tekanan darah systolik dan diastolik 120 -139 mm Hg dan 85 sampai 89 mm Hg (Chonabian, et al., 2003).

Cooper (2009) menyebutkan bahwa Hypertensi adalah peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik secara intermitten atau terus menerus. Umumnya adalah tekanan darah systolik secara intermitten 139 mm Hg atau lebih atau tekanan darah diastolik 89 mm Hg atau lebih mengindikasikan hypertensi. Prehypertensi nampaknya menjadi sebuah precursor dari hypertensi. Vasan et al (2001) melaporkan bahwa konversi prehypertensi menjadi hypertensi selama waktu 4 tahun adalah 30%.

Prehypertensi cenderung berkembang menjadi hipertensi dari pada orang yang mempunyai tekanan darah normal (normotensive) (Quresi, et al., 2005). Pada tahun 1999-2000 lebih dari 88% orang dengan prehypertensi mempunyai sedikitnya 1 faktor resiko kardiovaskuler (Greenlund, Croft, & Mensah, 2004).

Prevalensi faktor risiko penyakit jantung dan stroke pada orang dengan prehypertensi adalah:
  • Cenderung lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (40% vs 23%).
  • Orang dengan Overweight lebih cenderung mempunyai prehypertensi dari pada orang yang mempunyai berat badan normal.
  • BMI lebih dari 25 kg/m2 atau lebih berhubungan dengan resiko prehypertensi yang meningkat 50%
  • BMI 30 kg/m2 atau lebih berhubungan dengan 2 kali peningkatan resiko prehypertensi.

Toikka et al. (2000) mendemostrasikan bahwa prehypertensi berhubungan dengan penebalan intima-media brakhilais dan karotis. Sementara itu, Washio et al. (2004) menemukan bahwa ada peningkatan resiko stenosis karotis pada pasien dengan prehypertensi. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa perubahan patologi telah dimulai bahkan pada kondisi prehypertensi. Berkaitan dengan faktor risiko penyakit arteri koroner, diantara pasien prehypertensi, menunjukkan risiko 2.9 kali pada orang berumur 45 sampai 64 tahun dan 4.4 kali pada oarang yang berumur 65 tahun atau lebih dibandingkan dengan orang yang berumur dibawah 45 tahun, dan lebih tinggi pada laki-laki (2.5 kali), orang dengan diabetes (2.1 kali), dan pasien dengan hypercholesterolemia (1.5 kali) (Qureshi, 2005).

Referensi

  1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (2003). The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA; 289(19):2560-2572.
  2. Cooper, Kim, et al. (2009). Pathophysiology Made Incredibly Easy. Lippincott Williams & Willkins.
  3. Greenlund KJ, Croft JB, Mensah GA. (2004). Prevalence of heart disease and stroke risk factors in persons with prehypertension in the United States; 1999-2000. Arch Intern Med.; 164(19):2113-2118.
  4. Qureshi AI, Suri MF, Kirmani JF, Divani AA, Mohammad Y. (2005). Is prehypertension a risk factor for cardiovascular diseases? Stroke ;36(9):1859-1863.
  5. Toikka JO, Laine H, Ahotupa M, et al. (2000). Increased arterial intima-media thickness and in vivo LDL oxidation in young men with borderline hypertension. Hypertension;36(6):929-933.
  6. Washio M, Tokunaga S, Yoshimasu K, et al. (2004). Role of prehypertension in the development of coronary atherosclerosis in Japan. J Epidemiol;14(2):57-62.
  7. Vasan RS, Larson MG, Leip EP, Kannel WB, Levy D. (2001). Assessment of frequency of progression to hypertension in non-hypertensive participants in the Framingham Heart Study: a cohort study. Lancet; 358(9294):1682-1686.
Ketika suatu saat kita sedang bepergian ke sebuah tempat, tiba-tiba signal/sinyal HP kita menjadi jelek atau lemah, atau di tempat dimana kita tinggal signal HP anda tidak bagus, tentu hal ini akan menggagu komunikasi anda. Nah, bila anda mengalami hal seperti itu, maka jangan cemas. Cobalah ikuti tips berikut ini agar signal HP anda menjadi lebih kuat. Pertama, jangan lupa siapkan gelas atau tempat terbuat dari kaca kosong seperti toples atau semacamnya yang dapat dimasuki oleh HP anda. Kemudian carilah signal terbaik di daerah itu. Tempatkan atau masukkan HP kita kedalam gelas kaca kosong tadi dan lihatlah keajaiban perubahan signal HP anda. Nah, apabila anda khawatir kalau saat HP akan dipakai dan harus diangkat dari gelas signal akan menjadi lemah kembali, maka anda dapat menggunakan headset untuk membantu anda dalam berkomunikasi.
Sangat mudah dan sederhana bukan. Sekarang cobalah.

TOUR TO EKS CAMP VIETNAM IN GALANG ISLAND, BATAM

TOUR TO EKS CAMP VIETNAM IN GALANG ISLAND, BATAM

Camp Vietnam meninggalkan cerita sejarah bagi penduduk pulau Batam khususnya dan umumnya menjadi sejarah nasional dan internasional. Hari ini cerita tersebut ditunjukkan dengan bukti sejarah yang masih terjaga dengan baik dengan berdirinya museum yang ada di pulau Galang, Batam. Menurut sejarah, ketika perang di Vietnam terjadi, banyak orang-orang vietnam yang mencoba untuk mengungsi ke luar negeri. Dalam perjalannya, sebagaian masuk ke kepulauan Indonesia yang saat itu tiba di pulau Natuna. Pendaratan kapal pertama yang tiba di pulau Natuna saat itu hanya berjumlah 75 orang yang terjadi sekitar tahun 1975. Namun dalam beberapa waktu kemudian bertambahlah jumlah mereka yang akhirnya harus dicarikan tempat yang memadai untuk tempat pengungsian mereka. Dengan meningkatnya jumlah pengungsi yang datang di kepulauan Riau, Laksamana Pertama Kunto Wibisono selaku Panglima Daerah Laut pada saat itu, kemudian mencari tempat yang representatif yang memenuhi syarat diantaranya adalah; pertama, mudah untuk menyalurkan/transportasi pengungsi ke negara ketiga; kedua, cukup luas untuk mendirikan penampungan pengungsi bagi minimal 10.000 orang; ketiga, mudah diisolir; dan yang keempat adalah mudah diakses untuk kelancaran pembangunan dan dukungan logistik. Di tempat Eks Camp Vietnam, kita mendapati museum yang memperlihatkan banyak sejarah tentang kehidupan pengungsi pada saat itu, termasuk identitas mereka seperti KTP, Kartu keluaraga mereka dan kehidupan mereka seharihari. Anda juga akan melihat beberapa fasilitas umum yang digunakan mereka saat itu seperti fasilitas kesehatan, bahkan ada juga penjaranya lho..

Anda juga dapat melihat fasilitas peribadahan mereka yaitu Pagoda

Untuk menuju ke pulau Galang ini, kita menempuh waktu kira-kira 1 jam dari kota Batam. Jalan yang masih sepi dengan pemandangan pinggir pantai yang sangat indah akan kita nikmati sepanjang perjalanan menuju ke pulau itu. Yang lebih menarik lagi bahwa di dalam perjalanan, kita akan melewati sejumlah jembatan besar yang menghubungkan pulau-pulau kecil yang terkenal dengan jembatan Barelang. Nah kalau anda berkunjung ke Batam, sempatkan waktu untuk mengunjungi Camp Vietnam.

Pemandangan di sekitar jembatan Barelang (Barelang Bridge)

Self Help Group (Kelompok Swabantu)

Kelompok Swabantu (Self Help Group)

Bila ada anggota keluarga kita yang sakit, tentu akan membuat orang tua atau keluarganya menjadi kerepotan. Bagaimanapun, anggota keluarga yang sakit memerlukan perawatan dan penaganan agar kondisinya kembali berjalan normal. Tentu kondisi seperti itu mempunyai dampak baik dampak pada fisik karena merawat anggota keluarganya yang sakit, bahkan juga ke dampak financial yang juga berujung pada kondisi psikologis. Dampak psikogis dapat berupa kecemasan, depresi bahkan dapat menimbulkan stress bagi individu. Bila kondisi sakit hanya berjalan dalam waktu singkat barangkali tidak begitu serius dampaknya, tapi bila sakitnya merupakan sakit kronis dan harus mendapatkan perawatan yang lama atau bahkan memerlukan perawatan selamanya, seperti merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa dapat menimbulkan dampak psikologis yang serius. Keluarga yang seperti ini perlu mendapat perhatian untuk mengurangi “beban” hidup yang mereka rasakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengguanakan terapi kelompok swabantu atau sering disebut Self Help group.

Self Help Group atau sering disebut juga kelompok yang saling menolong, saling membantu, atau kelompok dukungan didefinisikan sebagai suatu kelompok yang menyediakan dukungan bagi setiap anggota kelompok. Anggota kelompok ini berpegangan pada pandangan bahwa orang-orang yang mengalami masalah dapat saling membantu satu sama lain dengan empati yang lebih besar dan lebih membuka diri (Ahmadi, 2007 cit Keliat, 2008).

Di dalam Self Help Group, kelompok bantuan timbal balik didasarkan pada premis bahwa kelompok berbagi masalah umum secara kolektif dapat saling mendukung dan mengurangi atau menghilangkan masalah dan konsekuensi pribadi dan sosial. Anggota belajar tentang masalah mereka dan berbagi pengalaman mereka, kekuatan dan harapan untuk pemulihan, kesempatan untuk menjadi model peran (Magura, S. 2007). Self Help Group merupakan kelompok-kelompok termasuk orang dengan ikatan bersama yang secara sukarela datang bersama-sama untuk berbagi, menjangkau dan belajar satu sama lain dalam lingkungan yang terpercaya, mendukung dan terbuka (Knight, 2007).

Terapi ini mempunyai kelebihan dan efektif untuk mengurangi masalah-masalah psikologis. Pertama, Kelompok swabantu atau Self Help Group (SHG) merupakan suatu terapi dimana setiap anggota saling berbagi pengalaman tentang kesulitan dan cara mengatasinya, hal ini dilakukan untuk memberikan dukungan dan motivasi kepada individu bahwa mereka tidak sendiri dan banyak dari mereka yang bertahan dengan kondisi seperti ini (Townsend, 2005). Self Help Group ini merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dapat dilakukan pada berbagai situasi dan kondisi.

Kedua, Kelompok swabantu (Self Help Group) lebih santai dan ramah dalam menjalankan aktivitasnya sehingga terlihat seperti klub sosial. Walaupun demikian, sebenarnya tidak hanya fungsi dukungan sosial yang disediakan oleh Self Help Group. Karena memberikan timbal balik kesetaraan, kerjasama, kepedulian, meningkatkan pemberdayaan pribadi, harapan, pemulihan kepercayaan dan kualitas hidup. Self Help Group efektif dalam meningkatkan fungsi, dukungan sosial, dan kualitas hidup, serta menurunkan rehospitalisasi dan efektif juga bagi orang dengan masalah gangguan emosional (Humphreys, 1999).

Bagi orang yang memiliki masalah kesehatan psikososial, Self Help Group tidak hanya memberikan dukungan sosial bagi individu tersebut tetapi juga keluarganya, saling berbagi permasalahan untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Referensi

  1. Humphreys, K., and Ribisl, K.M. (1999). The Case Partnership With Self-Help- Group. diakses : 2 Januari 2012.
  2. Keliat, Budi A, Utami, Tantri, W, Farida P, Akemat. (2008). Modul Kelompok Swabantu (Self help group). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
  3. Knight, E.L. (2006) Self Help and Serious Mental Illnes. diakses : 2 februari 2012.
  4. Magura, S., Knight, E.L., Vogel, H.S. Mahmood, D.,Laudt, A.B., (2007). Mediator of Effectiveness in Dual-Focus Self-Help Groups, dari. http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1828912/ diakses 2 Januari 2012.
  5. Townsend, M.C. (2005). Psychiatric Mental Health Nursing, Third Edition. Philadelpia : F.A. Davis Company.

Merokok: gaya hidup atau teman yang mengancam?

<b>Merokok: gaya hidup atau teman yang mengancam?</b>

Merokok telah menjadi kebiasaan sejak dulu kala dan merupakan gaya hidup yang dianggap ”sangat sulit untuk menghentikannya”. Banyak orang menganggap bahwa merokok dapat menemani hidupnya ketika sedang merasa jenuh, jengkel, kesepian atau apapun saat frustasi atau stress yang menghantui pikiran mereka. Beberapa orang yang lain berpendapat bahwa merokok sebagai simbol kejantanan. Sementara, sebagian lagi mempunyai alasan untuk solidaritas dari temannya yang merokok. Lebih ekstrim lagi, orang berkomentar ”tidak usah pedulikan saya merokok, toh,..yang merokok akan mati dan yang tidak merokok juga akan mati”. Tentu masih banyak lagi alasan-alasan dan komentar lain mengapa orang merokok. Sadarkah anda bahwa merokok merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)?

Merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang sebetulnya dapat dicegah. Kebiasaan merokok ini telah menyebabkan kematian terhadap penyakit jantung koroner dari pada kanker paru maupun penyakit paru obstruktif kronik (Glantz & Parmleyn, 1991). Risiko penyakit jantung koroner meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap, lamanya durasi merokok dan usia dini memulai merokok (Jensen, 1991).

Menurut Dawber (1980), risiko peyakit jantung koroner pada perokok laki-laki dua kali (umur 60 tahun atau lebih) sampai 3 kali (umur 30 sampai 59 tahun) dari pada orang-orang yang tidak merokok. Sementara itu, wanita perokok mempunyai 4 kali berisiko terhadap serangan miokardial infark (kematian otot jantung) pertama dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah merokok (Rosenberg, Palmer & Shapiro, 1990). Merokok rendah tar (kurang dari 17,6 mg), rendah nicotine (kurang dari 1,2 mg), atau rokok filter tidak menurunkan risiko miokardial infark dibandingkan dengan rokok yang tinggi tar, tinggi nicotine atau rokok yang tidak berfilter (Kannell, 1984). Jadi apapun jenis rokoknya dan berapapun kadar tar maupun nikotinnya, rokok merupakan tetap menjadi faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler.

Haruskah sekarang kita hentikan merokok? Masihkah kita memilih dan menjadikannya teman hidup kita, meskipun ia adalah ancaman? Anda yang memilih dan anda yang memutuskan.

Referensi

  1. Dawber, T. R. (1980). The Framingham Study: The epidemiology of atherosclerotic disease. Cambridge, MA: Harvard University Press
  2. Glantz, S. A., & Parmleyn, W. W. (1991). Passive smoking and heart disease: Epidemiology, physiology and biochemistry. Circulation, 83, 1–12
  3. Jensen, G., Nyboe, J., Appleyard, M., et al. (1991). Risk faktors for acute myocardial infarction in Copenhagen: II. Smoking, alcohol intake, physical activity, obesity, oral contraception, diabetes, lipids, and blood pressure. European Heart Journal, 12, 298–308
  4. Kannel, W. B. (1987). New perspectives of cardiovascular risk faktors. American Heart Journal, 114, 213–219
  5. Rosenberg, L., Palmer, J. R., & Shapiro, S. (1990). Decline in the risk of myocardial infarction among women who stop smoking. New England Journal of Medicine, 322, 213–217

Nursing Care Plan: Acute Myocardial Infarction (Terjemahan)

Nursing Care Plan (NCP): Myocardial Infarction

A. Masalah Keperawatan 1:
  • Nyeri dada akut
B. Faktor-faktor yang berhubungan:
  • Iskemia jantung
  • Infark jantung
C. Karakteristik
  • Nyeri dada yang terjadi saat istirahat atau dengan pengerahan tenaga
  • Serangan angina baru (kurang dari 2 bulan)
  • Perubahan pola angina stable sebelumnya
  • Gambaran wajah nyeri
  • Nafas pendek
  • Pucat, lemah
  • Rasa tidak nyaman pada epigastrium
  • Palpitasi
  • Mual/muntah
  • Diaphoresis atau keringat dingin
  • Perubahan ECG: depresi atau elevasi segmen ST, inverse gelombang T symetris dalam pada banya lead, perubahan ECG sesaat apapun yang terjadi selama nyeri.
D. Outcome yang diharapkan:
  • Pasien mengatakan penurunan nyeri pada level tidak lebih dari 3 atau 4 pada skala 10.
  • Pasien tampak nyaman
E. NOC
  • Control nyeri; respon obat pengontrol nyeri
F. NIC
  • Perawatan jantung: akut; penatalaksanaan nyeri
G. Intervensi

1. Pengkajian lanjut:

Kaji karakteristik nyeri berikut:
  • Kualitas: seperti diremas, tercekik, tersumbat, tertekan, terbakar.
  • Lokasi: area substernal; mungkin menjalar ke lengan, bahu, leher, punggung, dagu.
  • Durasi Persisten lebih dari 20 menit, biasanya beberapa jam
  • Serangan: dengan pengerahan tenaga minimal, atau selama istirahat atau tidur.
  • Faktor-faktor yang mengurangi nyeri: biasanya tidak berespon terhadap nitroglycerin (NGT) atau istirahat; mungkin berespon terhadap NGT IV; tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi atau pernafasan.
  • Kaji treatmen untuk nyeri sebelumnya
  • Monitor ECG segera selama nyeri sebagai bukti iskemia myocardium atau cidera.
  • Catat waktu sejak episode serangan pertama nyeri dada.
  • Monitor serial penanda jantung
  • Bila penanda jantung negative, antisipasi pemeriksaan diagnostic yang lain:
  • Echocardiography
  • Exercise stress testing
  • Farmakologi dengan diprydamole, adenosine atau dobutamin dan nuclear imaging.
  • Monitor HR dan tekanan darah selama episode nyeri dan selama pemberian obat-obatan.
  • Kaji kembali nyeri dada secara kontinyu dan respon terhadap obat-obatan. Jika tidak ada penurunan dari dosis obat optimal yang dicapai, laporkan kepada dokter untuk evaluasi treatmen trombolitik, angioplasty, coronary angiography, atau revaskularisasi pembedahan bypass.

2. Intervensi terapuetik

  • Jaga lingkungan yang tenang
  • Respon segera terhadap keluhan nyeri
  • Dapatkan ECG 12 lead selama episode nyeri
  • Berikan oksygen sesuai yang diresepkan. Ukur saturasi oksygen.
  • Berikan terapi anti iskemia sesuai yang diresepkan, evaluasi efektifitas dan observasi tanda dan gejala terhadap reaksinya:
  • Berikan aspirin saat masuk dan setiap hari sesuai yang diresepkan
  • Antisipasi pemberian antikoagulan atau antiplatelet untuk pasien dengan risiko tinggi.
  • Berikan NGT drip
  • Berikan morfin sulfat secara IV.
  • Berikan β-blocker. Antisipasi pemberian IV; observasi efek sampingnya: hypotensi, brady cardia, gagal jantung kongestif, broncospasme.
  • Berikan calcium channel blocker.
  • Berikan ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB)
  • Berikan obat thrombolitik sesuai protocol.
Antisipasi angiography jantung untuk mendiagnosa dan, tergantung pada hasil, antisipasi revaskularisasi dengan PTCA (percutaneous transluminal coronary angioplasty dengan stent atau pembedahan bypass arteri koroner.


A. Masalah Keperawatan 2:

  • Takut
B. Faktor-faktor yang berhubungan:
  • Serangan angina yang kambuh
  • Ancaman Infark myocardium
  • Ancaman yang tidak diketahui
  • Lingkungan yang tidak familiar
  • Terpisah dari system dukungan
C. Karakteristik
  • Mengidentifikasi perasaan ketakutan atau objek ketakutan
  • Gelisah
  • Kesadaran yang meningkat atau tension
  • Peningkatan bertanya
  • Peningkatan HR, tekanan darah, RR.
D. Outcome yang diharapkan:
  • Pasien mengatakan penurunan atau tidak adanya ketakutan.
  • Pasien menggunakan mekanisme koping yang efektif
E. NOC
  • Control diri terhadap ketakutan; koping
  • F. NIC
    • Perawatan jantung: penurunan kecemasan; perluasan koping; dukungan emosional
    H. Intervensi
    1. Pengkajian lanjut:
      • Kaji tingkat ketakutan
      • Kaji penyebab ketakutan
    2. Intervensi terapuetik
      • Pengakuan kesadaran terhadap ketakutan pasien.
      • Dorong verbalisasi terhadap ketakutan dan perasaan.
      • Jaga percaya diri, sikap percaya diri
      • Yakinkan pasien dan oaring dekat klien, monitoring yang terus-menerus akan menentukan intervensi yang tepat.
      • Menurunkan rangsangan eksternal yang tidak diperlukan.
      • Jelaskan semua prosedur menggunakan istilah yang sederhana, konkret dan sesuai.
      • Berikan transquilizer ringan (untuk menurunkan stress atau kecemasan) sesuai kebutuhan
      • Berikan periode istirahat diantara perawatan dan prosedur.


    C. Masalah Keperawatan 3:

    • Risiko penurunan Cardiac Output (CO)
    B. Faktor-faktor yang berhubungan:
    • Episode lama iskemia myocardium mempengaruhi kontraktilitas.
    • AMI mempengaruhi kemampuan memompa jantung
    • Infark ventrikel kanan dengan penurunan pompa ventrikel kanan
    • Rupture otot papillary dan insufisiensy mitral
    C. Outcome yang diharapkan:
    • Pasien memelihara CO yang dibuktikan dengan nadi perifer yang kuat, tekanan darah systolic 20 mmHg baseline, HR 60 sampai 100 denyut /menit dalam rytme yang teratur, urine output ≥ 30 ml/jam, kulit kering dan hangat, suara nafas bersih, CRT baik, tingkat kesadaran normal.
    D. NOC
    • Efektifitas pemompaan jantung; tanda-tanda vital; keseimbangan cairan.
    E. NIC
    • Monitoring hemodynamic invasive; pengaturan hemodynamic; perawatan jantung: akut.
    F. Intervensi
    1. Pengkajian lanjut:
      • Monitor HR dan tekanan darah
      • Kaji warna kulit, suhu dan kelambaban
      • Kaji nadi perifer termasuk CRT
      • Kaji setiap perubahan tingkat kesadaran
      • Kaji RR, rytme dan suara nafas
      • Kaji urine output
      • Auskultasi adanya s3, s4 atau murmur systolic
      • Gunakan pulse oximetry untuk memonitor saturasi; kaji ABG
      • Jika pasien mempunyai Mi inferior, evaluasi ECG menggunakan lead precordial (V4 – V6). Kaji tanda-tanda infark ventrikel kanan dan kegagalan ventrikel kanan.
    2. Intervensi terapuetik
    • Antisipasi insersi kateter monitoring hemodynamic
    • Berikan cairan IV untuk menjaga PCWP (pulmonary capillary wedge pressure pada 16 – 18 mmHg untuk pengisian ventrikel yang optimal.
    Jika kegagalan ventrikel kiri terjadi:
    • Berikan diuretic dan obat vasodilator sesuai yang diresepkan
    • Berikan obat inotropik IV
    • Berikan oxygen bila diperlukan
    Jika tanda gagal ventrikel kanan terjadi:
    • Antisipasi resusitasi cairan agresif (3 – 6 L/24 jam)
    • Antisipasi obat inotropik dan vasodilator perifer.
    • Hindari atau hati-hati pemberian nitrat dan morfin sulfat untuk nyeri.
    • Antisipasi penatalaksanaan intraaortic ballon pump (IABP) jika nyeri dan perubahan iskemia yang menetap meskipun terapi medis maksimal.

    Acute Myocardial Infarction (AMI)

    Acute Myocardial Infarction (AMI) (Terjemahan)

    A. Definisi/Pengertian

    Myocardial Infarction/miokardiak infark (MI) merujuk pada suatu proses dinamik dimana jantung mengalami penurunan oksigen yang berat dan lama karena aliran darah koroner yang tidak mencukupi; sebagai akibatnya nekrosis atau “kematian” jaringan otot jantung terjadi. MI mungkin terjadi secara tiba-tiba atau berangsur, dan berkembangnya kejadian sampai komplet memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 6 jam. MI adalah salah satu manifestasi acute corronary syndrome (ACS).

    B. Patofisiologi dan etiologi

    Thrombosis koroner akut (partial atau total)—berhubungan dengan 90% MI. CAD (Coronary Artery Disease) berat (> 70% penyempitan arteri) menjadikan presipitasi pembentukan trombus. Langkah pertama pada pembentukan thrombus melibatkan pecahnya plaque, kemudian platelet melekat pada area yang rusak. Selanjutnya, activasi platelet yang terekspos menyebabkan ekspresi reseptor glycoprotein IIb/IIIa yang mengikat fibrinogen. Akhirnya, agregasi platelet dan perlengketan terjadi, memperluas thrombus dan menyumbat artery. Faktor etiologi yang lain termasuk spasme artery koroner, emboli arteri koroner, penyakit infeksi meyebabkan peradangan arteri, anemia.

    C. Perbedaan derajat kerusakan yang terjadi pada otot jantung:

    1. Zone necrosis—kematian otot jantung yang disebabkan oleh tidak adanya oksigen yang meluas dan komplet; kerusakan irreversible.
    2. Zone injury—area otot jantung yang mengelilingi area yang nekrosis; meradang dan cidera, tapi masih hidup jika oksigen yang cukup dapat diberikan.
    3. Zone ischemia—area otot janutng yang mengelilingi area cidera, yang tampak iskemih dan hidup; tidak membahayakan kecuali perluasan infark terjadi.

    D. Klasifikasi MI

    1. STEMI—elevasi segmen ST terlihat pada ECG. Area nekrosis mungkin atau mungkin tidak terjadi pada seluruh otot jantung
    2. NSTEMI—elevasi segemn ST tidak terlihat pada ECG. Depresi ST juga inversi gelombang, T, dan gejala klinik (nyeri dada).
    Area nekrosis mungkin atau mungkin tidak terjadi pada seluruh otot jantung. Area otot jantung yang menjadi terkena tergantung pada arteri yang menjadi penyumbat.
      ,
    1. Ventrikel kiri merupakan lokasi yang umum dan berbahaya pada MI karena itu merupakan bilik jantung pemompa utama.
    2. Infark ventrikel kanan umumnya terjadi dengan kerusakan di dinding inferior dan atau posterior dinding ventrikel kiri.

    E. Manifestasi klinis

    Nyeri dada:
    1. Berat, diffuse, nyeri substernal yang terus-menerus; mungkin digambarkan seperti ditekan, diremas-remas.
    2. Tidak mereda dengan istirahat atau terapy vasodilator sublingual, tapi memerlukan opioid.
    3. Mungkin menjalar ke lengan (biasanya kiri), bahu, leher, punggung dan atau dagu.
    4. Berlangsung lebih dari 15 menit.
    5. Mungkin menimbulkan kecemasan dan ketakutan, mengakibatkan peningkatan dalam heart rate, tekanan darah dan RR.
    6. Beberapa pasien tidak menunjukkan keluhan nyeri.

    F. Manifestasi klinis

    1. Diaphoresis, kulit lembab dan dingin, wajah pucat.
    2. Hypertensi atau hypotensi
    3. Bradycardi atau tachycardi
    4. Denyut ventrikel prematur
    5. Palpitasi, kecemasan hebat, dyspnea
    6. Disorientasi, gelisah
    7. Pingsan, kelemahan
    8. Nausea, muntah, cegukan
    9. Gejala atypical : distress epigastric atau abdomen, nyeri tumpul atau sensasi kesemutan, nafas pendek, fatigue yang ekstrem.

    G. Evaluasi Diagnostik

    1. Perubahan ECG
    2. Umumnya terjadi dalam 2 sampai 12 jam, tapi mungkin 72 sampai 96 jam. Jaringan yang necrotic, cidera, dan ischemic mengubah depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.
      • Depresi segmen ST dan inversi gelombang T mengindikasikan pola ischemia.
      • Elevasi ST mengindikasikan pola cidera.
      • Gelombang Q mengindikasikan jaringan nekrosis dan permanen. Gelombang Q patologis lebih dari 3 mm dalamnya atau lebih besar dari 1/3 tinggi gelombang R.
      Lokasi infark (dinding anterior, anteroseptal) ditentukan oleh leads dimana perubahan iskemik terlihat.
    3. Gelombang Q abnormal
    4. Penilaian jantung Nonspecific markers
    5. Semua sel otot termasuk otot jantung terdiri dari enzym protein atau nilai biokimia yang bocor jika sel-selnya rusak.
      • Peningkatan dalam penilaian jantung mengkonfirmasi kematian sel jantung. Namun penilaian nonspesifik dapat meningkat dari kerusakan organ lain, sehingga tidak membantu secara rutin dalam diagnosis MI.
      • Penilaian ini termasuk lactate dehydrogenase, aspartate aminotransferase, dan myoglobin.
    6. Penilaian jantung spesifik
    Troponin—protein sel otot kontraktil dan mempunyai 3 sub unit : troponin C, troponin I, dan troponin T. Troponin I dan T adalah spesifik jantung. Peningkatan yang berlebihan dari rentang normal dalam 24 jam pertama setelah kejadian koroner akut dipertimbangkan sebagai iskemia myokardium. Troponin mungkin juga digunakan dalam hubungannya dengan atau menggantikan CK-MB sebagai standar diagnosis MI. CK—penilaian nonspesifik, tapi lebih spesifik jika terpecah dalam sub unitnya, yaitu CK-MB yang merupakan isoenzym CK yang ditemukan dalam jantung.

    H. Manajemen

    Therapy bertujuan untuk mengembalikan iskemia untuk memelihara fungsi otot jantung, menurunkan ukuran infark dan mencegah kematian. Terapy modalitas innovatif memberikan perbaikan dini aliran darah koroner. Penggunaan age farmakologis memperbaiki suplai oksigen, menurunkan dan mencegah dysrythmia, dan menghambat perkembangan CAD. Perfusi segera diharapkan.

    I. Terapy farmakology

    Terapy farmakology untuk MI standar, yaitu MONA—acronym dari terapy standar yang dipakai untuk mengatasi MI:
    • M (Morphine)—diberikan I.V. digunakan untuk mengatasi nyeri. Katekolamin Endogenous dilepaskan selama nyeri menyebabkan peningkatan workload jantung, yang mengakibatkan peningkatan dalam tuntutan oksigen. Efek analgetik morfin menurunkan nyeri, menurunkan kecemasan, dan memperbaiki CO dengan menurunkan preload dan afterload.
    • O (Oxygen)—diberikan melalui nasal kanula atau face mask. Meningkatkan oksigenasi ke otot jantung yang iskemik.
    • N (Nitrate)—diberikan sublingual, spray, I.V. Terapy vasodilator dengan menurunkan pengembalian darah ke jantung dan menurunkan tuntutan oksigen.
    • A (Aspirin)—dosis segera melalui oral direkomendasikan untuk menghentikan agregasi platelet.

    Obat-obatan yang lain:
    • Agent Thrombolytic seperti activator plasma jaringan (Activase), streptokinase (Streptase), dan reteplase (Retavase),Memelihara kembali aliran darah dalam pembuluh darah koroner dengan melarutkan thrombus, diberikan I.V. atau I.C.
    • Anti-arrhythmia, seperti amiodarone, menurunkan iritabilitas ventrikel yang terjadi setelah MI. diberikan I.V. melalui bolus, kemudian infus selama 24 jam.

    Percutaneous Coronary Interventions
    • Percutaneous coronary interventions (PCIs), termasuk percutaneous transluminal coronary angioplasty, coronary stenting, dan atherectomy

    J. Komplikasi

    1. Dysrhythmia
    2. Kematian jantung mendadak karena aritmia ventrikel.
    3. Infark yang meluas.
    4. Gagal jantung (dengan 20% sampai 35% kerusakan ventrikel kiri)
    5. Reinfarksi
    6. Ischemic cardiomyopathy
    7. Ruptur jantung
    8. Thromboemboli
    9. Aneurisma Ventrikel
    10. Tamponade jantung
    11. Pericarditis (2 sampai 3 hari setelah MI)
    12. Dissection arteri koroner selama angioplasty
    13. Maslah Psychiatric —depressi, perubahan kepribadian.

    K. Pengkajian Keperawatan

    1. Kumpulkan informasi berkaitan dengan nyeri dada:
      • Intensitas—Gambarkan nyeri dengan kata-kata pasien sendiri dan bandingkan dengan pengalaman nyeri sebelumnya.
      • Serangan dan durasi—waktu yeri terjadi juga waktu nyeri mereda atau berkurang.
      • Lokasi dan radiasi—tunjukkan titik dimana nyeri berada dan area lain yang mungkin menjalar.
    2. Faktor precipitasi yang memperburuk—jelaskan aktivitas yang dilakukan sebelum serangan nyeri, tindakan untuk mengurangi nyeri, obat-obatan yang diminum.
    3. Tanyakan pasien tentang gejala lain yang dialami berhubungan dengan nyeri.
    4. Observasi pasien terhadap diaphoresis, wajah pucat, perilaku melindungi diri, postur tubuh yang kaku, kelemahan yang ekstrem dan konfusi.
    5. Evaluasi status cognitif, perilaku dan emosi.
    6. Tanyakan pasien tentang status kesehatan sebelumnya dengan menekankan pada obat-obatan yang dipakai saat ini, alergy (opiate, analgesics, iodine, kerang), trauma saat ini atau pembedahan, penggunaan alkohol.
    7. Kumpulkan informasi tentang ada atau tidaknya faktor risiko jantung.
    8. Identifikasi sistem dukungan sosial pasien dan potensial pemberi perawatan.
    9. Identifikasi reaksi lain terhadap situasi krisis.

    L. Diagnosa Keperawatan

    1. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan tuntutan dan suplai oksigen.
    2. Cemas berhubungan dengan nyeri dada, takut kematian, lingkungan yang mengancam.
    3. Penurunan CO berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
    4. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi yang tidak cukup untuk melakukan aktivitas sehari-hari, efek kondisi bed rest (tirah baring).
    5. Risiko cidera (perdarahan) berhubungan dengan disolusi pelindung pembekuan.
    6. Perfusi jaringan (otot jantung) tidak efektif berhubungan dengan restenosis koroner, meluasnya infark.
    7. Koping tidak efektif berhubungan dengan ancaman harga diri, kerusakan pola istirahat-tidur, berkurangnya sistem pendukung dan kehilangan kontrol, perubahan dalam gaya hidup.

    M. Referensi

    • Nettina, S.M. (2010). Lippincott Manual of Nursing Practice, edisi 9. Lippincott William & Wilkins.

    Mengenali Masalah: Jalan Menemukan Solusi

    <b>Mengenali Masalah: Jalan Menemukan Solusi</b>

    Setiap orang mungkin pernah atau bahkan sering mengalami masalah dalam kehidupannya. Masalah merupakan kesenjangan yang dirasakan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diinginkan atau diharapkan, atau deviasi dari suatu norma atau standar (Bussiness Dictionary, 2013). Masalah dapat menyebabkan orang tidak nyaman bahkan dapat menimbulkan stress bagi yang mengalaminya. Sebagian orang dapat dengan mudah menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul, tapi sebagian yang lain merasa terlalu terbebani dengan masalah yang dihadapi dan sebagaian lagi justru mensikapi masalah sebagai suatu tantangan.

    Kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah dipengaruhi oleh banyak factor. Menurut Stuart, G.W., (2009) factor yang mempengaruhi seseorang dalam pemecahan masalah termasuk pengalaman individu, keyakinan yang positif, dukungan social dan aset materi dan akses ke pelayanan kesehatan, terhadap masalah yang dihadapi. Masalah dapat terjadi secara personal maupun institusional. Dalam pemecahan masalah, mengenali masalah yang terjadi merupakan langkah awal dan merupakan kunci untuk mendapatkan solusi pemecahan yang efektif. Menurut Burgess & Burgess (1997) dikutip oleh Clark, C. (2009) Problem solving analitik merupakan pendekatan psikososial untuk mengatasi konflik yang didasarakan pada teori konflik kebutuhan manusia. Pendapat ini lebih merupakan pemecahan masalah dalam manajemen.

    Dalam dunia kesehatan, seorang pasien yang mengalami gejala panas harus diselidiki apa yang menyebabkan panas atau demamnya. Bila pasien tersebut kemudian diberi obat antipiretik (obat untuk menurunkan panas) saja, padahal penyebab panas atau demamnya adalah infeksi bakteri, tentu solusi ini menjadi tidak efektif, karena permasalahan demam yang dialami pasien disebabkan karena infeksi bakteri yang membutuhkan obat antibakteri. Masalah dapat juga terjadi dalam kehidupan sosial hubungan antar manusia, baik dalam keluarga, pertemanan, ataupun masyarakat.

    Mari kita coba perhatikan kasus berikut ini. Suatu pagi seorang istri mengatakan kepada suaminya “Ayah itu bagaimana,,..anak-anak masih belum tidur semalam, ayah sudah molor (tertidur) duluan,”ayah kalau habis olah raga selalu seperti itu” lanjut istrinya. Suaminyapun sesaat menjawab “Saya kan melakukan olah raga tidak setiap hari, lagi pula saya memang perlu berolah raga untuk menjaga kesehatan tubuh, bu, dan mengurus anak-anak juga tanggung jawab ibu juga kan?”

    Kalau kita perhatikan kasus di atas, istrinya ingin suaminya dapat menjaga anak-anaknya sampai anak-anaknya tertidur, padahal setiap hari anak-anaknya tidur sampai larut malam karena menonton televisi. Sementara itu, suaminya merasa bahwa sesekali ia dapat istirahat setelah bekerja dan berolah raga pada pagi atau siang harinya. Konflik seperti ini sering terjadi di rumah tangga, di masyarakat atau dimanapun dalam hubungan antar manusia. Bila seseorang tidak bisa memahami diri dan orang lain, maka konflik akan mudah sekali terjadi.

    Kasus di atas, sebetulnya bisa dicari solusinya ketika antara suami dan istri dapat duduk bersama dan saling memahami satu sama lain, apa sebetulnya yang menjadi pokok permasalahan (core problem) nya. Sering sekali orang tidak melihat pada pokok permasalahan yang sedang terjadi tapi justru saling menyalahkan satu sama lain untuk mengatakan bahwa diri merekalah yang menjadi masalah itu. Mengenali masalah menjadi hal sangat penting dalam menyelesaikan masalah. Harris (2002) dikutip oleh Clark, C. (2009) mengatakan bahwa salah satu teknik dalam pendekatan masalah adalah mengidentifikasi dan memformulasikan masalah tersebut dengan hati-hati. Masalah yang tidak dapat diidentifikasi dengan baik tentu akan menyulitkan bagi seseorang untuk mencari solusi permasalahannya.

    Bila kita lihat kasus di atas, permasalahan yang terjadi adalah anak-anak tidur sampai larut malam karena menonton televisi sehingga orang tuanya harus menemani dan menjaganya sampai mereka tertidur. Tentu kalau anak-anak bisa tidur lebih awal, semuanya akan menjadi baik-baik saja, orang tua tidur perlu harus menahan kantuknya karena lelah setelah bekerja atau melakukan aktifitas yang lain. Mencoba membiasakan anak-anak untuk tidur lebih awal adalah upaya yang harus dilakukan, mencari dan mengidentifikasi mengapa anak-anak menjadi susah tidur malam.

    Sikap mudah menyalahkan orang lain dan melemparkan masalah sering timbul karena tidak mau untuk memahami orang lain. Tentu tidak ada salahnya bila suami melakukan kegiatan olah raga setelah bekerja. Di sisi yang lain, seorang istri perlu juga untuk beristirahat setelah melakukan aktifitas seharian bekerja dan mengurus rumah tangga. Bila orang dapat sama-sama memahami diri dan orang lain, maka hubungan ini dapat berjalan dengan harmonis tanpa harus terjadi konflik yang dapat menganggu hubungan komunikasi di antara mereka.

    Bagaimana kita telah mensikapi dan memecahkan masalah kita? Dapatkah kita bisa mengenali masalah kita dengan baik? Sudahkan kita menggunakan pendekatan pemecahan yang baik? Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi bagiaman kita memecahkan masalah yang kita hadapi dengan bijaksana.

    Referensi

    1. http://www.businessdictionary.com/definition/problem.html. diambil tanggal 8 Januari 2013
    2. Clark, C.C. (2009). Cerative Nursing Leadership & Management (1st edition): Jones and Bartlett Publishers.
    3. Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, St. Louis Missouri: Mosby

    Mengenal "Konsep Sehat - Sakit"

    <b>Mengenal “Konsep Sehat – Sakit”</b>

    Sehat menurut WHO adalah suatu kondisi kesejahteraan yang sempurna dari fisik, mental dan social dan tidak hanya terbebas dari sakit atau keterbatasan. Definisi ini bila dilihat masih belum merefleksikan konsep sehat sebagai perubahan yang dynamis dan konstan. Ahli sosiologis memandang sehat sebagai suatu kondisi yang mengijinkan pencarian dan kesenagan nilai budaya yang diinginkannya. Nilai-nilai ini termasuk kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari seperti bekerja dan melakukan pekerjaan rumah tangga.

    Banyak orang memandang kesehatan sebagai tingkat kesejahteraan. Menurut definisi ini, seorang berjuang untuk mendapatkan potensi yang dimilikinya secara penuh. Definisi ini memberi pandangan yang lebih subyektif dan holistic.

    Sementara itu, sakit didefinisikan sebagai sakit atau penyimpangan dari kondisi sehat. Definisi ini mempunyai konsep yang lebih luas dari sekedar penyakit. Penyakit umumnya merujuk pada masalah biologis atau psikologis yang spesifik yang didukung dengan manifestasi klinis dan menyebabkan malfungsi dari organ atau system tubuh. Sakit disisi yang lain, terjadi jika sesorang tidak lagi dalam suatu kondisi merasa “normal” sehat. Seseorang mungkin mempunyai penyakit tetapi tidak menjadi sakit pada saat itu karena tubuhnya telah beradaptasi dengan penyakit tersebut.

    Berdasarkan beberapa definisi di atas, konsep sehat sakit merupakan suatu kondisi yang sangat dinamis yang akan dipersepsikan secara berbeda berdasarkan ilmu yang dimiliki serta dipengaruhi oleh keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang. Karakteristik untuk menentukan sehat sakit bisa jadi bersifat subyektik atau obyektif atau mungkin keduanya. Orang yang suka menyakiti orang lain mungkin menganggap dirinya sehat ketika tubuhnya secara fisik sehat, menurut pandangannya. Namun orang lain mungkin akan mengatakan bahwa orang tersebut secara psikologis, sakit. Kesadaran orang akan sehat dan sakit menjadi sangat berarti untuk mewujudkan kondisi sehat yang diinginkannya. Dengan demikian, mengetahui dan mengenal “sehat sakit” ini akan menyadarkan terhadap diri apakah kita saat ini sedang sakit atau dalam kondisi sehat.

    Referensi

    Archer, Elizabeth A. (2007). Fundamentals of Nursing Made Incredibly Easy! (1st edition): Lippincot Williams & Wilkins.

    Buerger Disease/Penyakit Buerger Dan Asuhan Keperawatannya

    <b>Penyakit Buerger/Berger (Thromboangitis Obliterans) dan Asuhan Keperawatannya </b>

    A. Pengertian/definisi

    Cheryl, L. et al. (2009) mendefnisikan penyakit Buerger sebagai peradangan nonatherosklerotik, keadaan bendungan yang menganggu sirkulasi pada kaki dan tangan, menyebabkan lesi segmental dan pembentukan thrombus pada arteri kecil dan sedang, kadang-kadang pada vena. Penyakit ini mempunyai insiden terbanyak pada laki-laki muda dengan riwayat pengguna tembakau.

    B. Penyebab/etiology

    Penyebab pasti penyakit Buerger belum diketahui, tapi diduga berhubungan dengan merokok, yang juga diduga karena reaksi hypersensitivitas terhadap nikotin. Penyakit Buerger mungkin berhubungan dengan penyakit Raynauld dan mungkin terjadi pada orang dengan penyakit autoimun.

    C. Manifestasi Klinis

    Manifestasi penyakit Buerger antara lain:
    1. Klaudikasi intermitten saat melangkah, dicetuskan oleh latihan dan mereda dengan istirahat.
    2. Awalnya kaki menjadi dingin, cyanosis dan mati rasa setelah terekspos dingin kemudian memerah menjadi panas dan mati rasa.
    3. Manifestasi klinis lain adalah gangguan nadi perifer
    4. Thromboplebitis superfisialis
    5. Nyeri ektremitas, ulkus, gangrene.

    D. Gejala

    1. Nyeri berat, akut pada tangan atau kaki
    2. Rasa terbakar pada tangan atau kaki
    3. Kaludikasi intermitten
    4. Ulkus iskemik pada bagian distal jempol atau jari
    5. Kulit kebiruan atau merah pucat
    6. Kaki dingin
    7. Penurunan atau tidak ada nadi pada ektremitas yang terkena
    8. Memburuknya gejala dengan stress emosional atau dingin
    9. Adanya gejala lebih dari satu anggota gerak (biasanya bilateral dan symetris)

    E. Evaluasi diagnostik

    Evaluasi diagnostic dapat dilakukan melalui tindakan non invasive dan invasive.
    1. Evaluasi diagnostic non invasive meliputi:
      • Pengkajian fisik vaskuler; membandingkan tekanan darah systolic pada lengan dan ankle mungkin dilakukan sebelum dan setelah latihan/olah raga. (Normalnya, tekanan sytolik sama. Pada penyakit atherosklerotik, tekanan di bawah area bendungan kurang dari tekanan di lengan).
      • Ultrasonography Doppler – penurunan velocitas aliran melalui pembuluh stenosis atau tidak ada aliran pada bendungan total.
      • Plethysmography segmental – penurunan tekanan distal area bendungan.
    2. Evaluasi diagnostic invasive
    • Angiography – mengkonfirmasi adanya bendungan
    • MRA – mengkonfirmasi adanya bendungan
    • Spiral CT – memperoleh gambaran 3 dimensi arteri dan bendungan

    F. Pengkajian Keperawatan

    1. Auskultasi abdomen dan dengarkan adanya bruit
    2. Observasi ekstremitas bawah terhadap warna, sensasi dan suhu. Bandingkan perbedaan bilateral.
    3. Inspeksi kuku terhadap penebalan, inspeksi kulit yang mengkilap, atrophy, rambut rontok dan kering – merefleksikan perubahan kronis.
    4. Kaji nyeri:
    • Nyeri abdomen berat setelah makan
    • Nyeri kaki dengan latihan
    • Nyeri kaki saat istirahat
    • Kaji ulkus jempol dan kaki
    • Pengkajian nadi

    G. Manajemen

    Tujuan penatalaksanaan pasien dengan penyakit Buerger antara lain:
    1. Mengembalikan aliran darah ke area iskemia yang kritis.
    2. Memelihara ektremitas
    3. Mengurangi nyeri yang berhubungan dengan klaudikasi atau nyeri saat istirahat
    4. Memberikan aliran darah yang cukup untuk penyembuhan luka.
    • Terapi konservasi termasuk memodifikasi factor risiko; berjalan, menurunkan berat badan, berhenti merokok, mengontrok kondisi lain seperti DM dan hypertensi.
    • Farmakologi dengan obat antiplatelet atau antikoagulan untuk memperbaiki aliran darah dengan meningkatkan fleksibilitas erythrosit dan menurunkan viskositas darah.
    • Jika dengan konservasi tidak cukup, dengan pembedahan revaskularisasi (endarterectomy, arterial bypass grafting atau kombinasi keduanya) mungkin diperlukan.
    • Prosedur endovaskuler seperti PTA mungkin digunakan.
    • Terapy oksygen hyperbaric mungkin digunakan untuk penyembuhan luka dan gas gangrene.
    • Amputasi ektremitas yang terkena bila ada infeksi berat atau gangrene, atau upaya gagal untuk revaskularisasi.

    H. Diagnosa Keperawatan

    1. Perfusi jaringan (perifer) tidak efektif b/d penurunan aliran darah arteri.
    2. Gangguan persepsi sensoris (tactil) ektremitas bawah
    3. Risiko terjadinya infeksi b/d penurunan aliran darah arteri

    I. Intervensi Keperawatan

    1. Meningkatkan perfusi jaringan:
      • Lakukan cek neurovaskuler dengan sering pada ektremitas yang terkena.
      • Inspeksi ektremitas bawah dan kaki terhadap ulkus baru atau perluasan ulkus yang sudah ada.
      • Berikan dan dorong diet seimbang untuk mempercepat penyembuhan luka
      • Dorong berjalan atau lakukan latihan ROM untuk meningkatkan aliran darah yang akan meningkatkan sirkulasi kolateral.
      • Beri dan ajarkan pemberian obat anti nyeri untuk mencapai tingkat kenyamanan untuk ambulasi.
    2. perlindungan ektremitas bawah
      • Dorong pasien untuk memakai pelindung kaki seperti sandal karet atau sepatu dengan jempol tertutup bila keluar dari tempat tidur.
      • Instruksikan pasien dan keluarga untuk menjaga jalan yang leluasa untuk menghindaricidera.
      • Hindari pemakaian kaos kaki dan sepatu yang sempit.
      • Instruksikan pasien untuk menghindari duduk dengan kaki disilang.
      • Hindari menggunakan plester dan sabun kasar pada kulit yang terkena.
      • Instruksikan pasien untuk mengecek suhu air mandi dengan tangan sebelum masuk bath tab.
      • Lakukan dan ajarkan perawatan kaki, termasuk mencuci dan mengeringkan serta menginspeksi kaki setiap hari.
    3. Mencegah infeksi
      • Berikan lanolin pada ekstremitas bawah untuk mencegah kekeringan dan kulit pecah.
      • Dorong pasien untuk menggunakan kaos kaki yang bersih.
      • Ajarkan pasien untuk mengenali tanda-tanda untuk dilaporkan:
        • Kemerahan, bengkak, iritasi, melepuh, bau busuk.
        • Gatal, rasa terbakar dan bercak-bercak merah.
        • Lecet, tampilan kulit yang tidak biasanya.
        • Area ulkus baru.
      • Instruksikan pasien untuk mengecek ke dokter sebelum menggunakan lotion atau cream apapun pada luka.
      • Berikan antibiotic paska operasi untuk mencegah infeksi di sekitar material prostetik graft.

    Referensi

    1. Barbara, White E (1993). Medical Surgical Nursing Care Plans: Google books
    2. Cheryl, L. et al. (2009). Chronic Disorders: An Incredibly Easy! Pocket Guide (1st edition): Lippincott Williams & Wilkins.
    3. Fiebach Nicholas H., Kern, David E., Thomas, Patricia A., Ziegelstein, Roy C. (2007). Principles of Ambulatory Medicine (7th edition): Lippincott Williams & Wilkins.
    4. Nettina, Sandra M. (2010). Lippincott Manual of Nursing Practice (9th edition): Lippincott Williams & Wilkins.

    Mempunyai seorang anak adalah kebahagiaan bagi keluarga. Seorang bayi yang baru dilahirkan membutuhkan perhatian orang tuanya. Bayi adalah karunia dan amanat Alloh yang wajib dijaga dan dipelihara sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hak bayi untuk tumbuh dan berkembang tersebut harus dipenuhi oleh orang tuanya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis dan psikologis.

    Kebutuhan fisiologis bayi adalah termasuk kebutuhan untuk minum/makan, kebersihan diri seperti mandi, berpakaian, beraktifitas dan kenyamanan. Tentu kebutuhan ini sama halnya dengan kebutuhan orang dewasa. Namun demikian, kalau orang dewasa mampu untuk melakukannya sendiri dalam memenuhi kebutuhan itu, maka bayi harus dibantu untuk pemenuhan kebutuhannya.

    Untuk memberikan minum/makan yang terbaik, maka bayi harus mendapatkan haknya sebagai seorang bayi yaitu kebutuhan akan ASI (Ais Susu Ibu). ASI merupakan minuman/makanan satu-satunya yang memberikan nutrisi lengkap yang diperlukan oleh bayi. Bagi bayi usia 0 – 6 bulan bayi hanya diberi ASI saja tanpa diberikan minuman atau makanan tambahan apapun atau istilah sering dikenal dengan “ASI eksklusif”. ASI memberikan banyak sekali manfaat bagi bayi karena komposisinya yang mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, seperti zat putih telur, lemak, karbohydrat, vitamin mineral, factor pertumbuhan, hormone, enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Lebih menarik lagi untuk dipahami bahwa setiap tetes, setiap menit ASI yang keluar mempunyai komposisi nutrisi yang berlainan disesuaikan dengan laju pertumbuhan bayi. Menurut Utami (2000), manfaat pemberian ASI bagi bayi antara lain sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih saying.

    Meskipun, begitu lengkapnya komposisi dan manfaat ASI bagi bayi, mengapa masih banyak sekali ibu yang tidak mau atau enggan untuk menyusui bayinya? Menurut data dari dinas kesehatan kota Magelang, tahun 2012, ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif di kota Magelang hanya sekitar 5% saja. Utami (2000) menyebutkan beberapa alasan ibu untuk tidak menyusui secara eksklusif antara lain pertama, karena ASI tidak cukup. Meskioun memang ada ibu-ibu yang ASInya kurang, data menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis kurang produksi ASInya. Sementara 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Kedua, karena ibu bekerja sehingga menganggap bahwa tanggung jawab terhadap pekerjaan lebih besar dari pada tanggung jawabnya kepada bayinya. Alasan lain adalah ibu tankut ditinggal suami karena mereka mempercayai mitos bahwa menyusui dapat megubah bentuk payudara menjadi jelek, padahal berubahnya bentuk payudara adalah karena kehamilan. Selanjutnya, ibu biasanya mempunyai alasan untuk tidak menyusui karena takut bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja, padahal menurut DR. Robert Karen menjelaskan bahwa anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja dan agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tuanya. Alasan lain ibu tidak mau menyusui bayinya karena menganggap susu formula lebih praktis.

    Apakah kita tidak menyadari bahwa ASI adalah hak bayi yang harus dipenuhi? Bila ibu-ibu tidak atau belum memberikan haknya kepada sang buah hatinya, pernahkah kita merasa bersalah dan mengucapkan kata maaf untuknya? Kini saatnya kita harus menyadari bahwa petumbuhan dan perkembangan bayi adalah tanggung jawab dan amanat yang harus dijalankan supaya bayi-bayi kita dapat tumbuh menjadi anak-anak yang kelak akan menemani kita di saat kita menjadi tua dan anak-anak yang akan mendo’akan kita ketika kita telah dipanggil oleh sang Pencipta. Adakah alasan lagi bagi kita untuk tidak memberikan ASI kepada buah hati kita yang menjadi haknya?


    Referensi
    1. Utami, Roesli (2000). Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya
    2. Data Kesehatan Dinkes Kota Magelang tahun 2012.

    Endocarditis/endokarditis infektif (Infective Endocarditis)

    Endocarditis/endokarditis infektif (Infective Endocarditis)

    A. Definisi / Pengertian



    Endocarditis infektif atau endocarditis bacterial adalah infeksi lapisan dalam jantung yang disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau arganisme lain yang menyebabkan abses myocardium (otot jantung) dan gagal jantung. Mills (2006) menjelaskan bahwa endocarditis / endokarditis merupakan infeksi yang terjadi pada endocardium, katup jantung atau prosthesis jantung yang diakibatkan oleh invasi bakteri atau jamur. Meskipun endocarditis biasanya fatal, dengan treatmen yang tepat, 70% pasien dapat sembuh. Prognosis memburuk jika endocarditis menyebabkan kerusakan katup yang berat, mengakibatkan insufisiensi dan gagal jantung.

    B. Pathophysiology / Patofisiologi


    Ketika lapisan dalam jantung (endokardium) menjadi radang, klot (gumpalan) fibrin terbentuk. Klot fibrin ini akan menjadi koloni oleh pathogen selama episode bakteremia yang dapat diakibatkan dari prosedur invasive (kanulasi arteri dan vena, penanganan gigi yang menyebabkan perdarahan gusi, pembedahan gastrointestinal (GI), biopsy hati, sygmoidoscopy), kateter indwelling, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan luka.

    Platelet dan fibrin, selanjutnya mengelilingi mikroorganisme yang menginvasi membentuk suatu selubung pelindung dan menyebabkan vegetasi yang terinfeksi menjadi luas. Vegetasi yang meluas (lesi dasar endocarditis) menjadi rusak, menebal, kaku dan meninggalkan parut pada lembar katup dan cincin fibrous penopang katup jantung. Vegetasi mungkin juga berjalan ke berbagai organ dan jaringan (seperti limpa, ginjal, arteri koroner, otak dan paru) dan membendung aliran darah. Penutup pelindung yang mengelilingi vegetasi membuat sulit bagi sel darah putih (WBC) dan agent antimikroba untuk masuk dan menghancurkan lesi yang terinfeksi.


    C. Etiology / Penyebab


    Bakteri penyebab endokarditis antara lain:
    1. Streptococcus Viridan – bakteremia terjadi setelah penanganan gigi atau infeksi saluran pernafasan atas.
    2. Staphylococcus aureus – bakteremia terjadi setelah pembedahan jantung atau penyalahgunaan obat parenteral.
    3. Staphylococcus epidermidis – bakteremia terjadi karena katup jantung prosthetis dan prosedur akses intravena (IV).
    4. Enterococci – bakteremia biasanya terjadi pada pasien lansia (umur> 60 tahun) dengan infeksi traktus genitourinary.
    5. Bakteri gram negative seperti Haemophilus, Actinobacter dan Cardiobacterium tidak umum tetapi dapat menyebabkan komplikasi serius.
    6. Jamur (Candida albican, Aspergillus) dan rickettsiae merupakan penyebab lain.
    7. Endokardiris infeksius juga dapat terjadi pada katup jantung yang sebelumnya cidera karena demam rheumatic, defek congenital, katup jantung normal, katupjantung biologis dan mekanis.

    D. Manifestasi Klinis Umum


    Manifestasi klinis umum endokarditis infektif antara lain:
    1. Demam, menggigil, berkeringat (demam mungkin tidak ditemukan pada pasien lansia atau uremia).
    2. Anoreksia, penurunan berat badan, lemah.
    3. Batuk, nyeri sendi dan punggung (khususnya pada pasien > 60 tahun).
    4. Splenomegali

    Selanjutnya, secara spesifik manifestasi klinis dapat ditunjukkan oleh adanya perubahan dalam perubahan system organ seperti:
    1. Manifetasi pada kulit dan kuku
      • Petechiae – conjunctiva, membrane mukosa.
      • Perdarahan pada bantalan kuku
      • Nodus Osler – Nodus merah dan nyeri pada telapak jari dan jempol: biasanya tanda akhir infeksi dan ditemukan dengan infeksi sub akut.
      • Lesi Janeway – macula berwarna pink cerah pada telapak kaki, tidak megeras, mungkin berubah menghitam dalam beberapa hari; biasanya tanda awal infeksi endokardium / endocardyum.
      • Clubbing fingers dan jempol – utamanya pada pasien yang mempunyai kondisi infeksi yang tidak diobati dan meluas.
    2. Manifestasi klinis jantung
      • Murmur yang berubah atau patologis – tidak adanya murmur dengan tanda dan gejala lain mungkin mengindikasikan infeksi jantung sebelah kanan.
      • Tachycardia – berhubungan dengan penurunan cardiac output (CO).
    3. Manifestasi sistem saraf pusat
      • Sakit kepala
      • Iskemia sereblal sesaat
      • Perubahan status mental, aphasia
      • Hepiplegia
      • Kehilangan sensoris kortikal
      • Roth’s spot pada fundi (perdarahan retina)
    4. Manifestasi paru
      • Biasanya terjadi dengan keterlibatan jantung sebelah kanan
      • Pneumonitis, pleuritis, edema pulmonal, infiltrate.
    5. Fenomena embolik
      • Paru – hemoptysis, nyeri dada, nafas pendek.
      • Ginjal – hematuria, warna urine abnormal.
      • Limpa – nyeri kuadran atas kiri abdomen ke bahu kiri.
      • Jantung – Myocardial infarct, insufisiensi aorta, gagal jantung.
      • Otak – kebutaan mendadak, paralysis, abses otak, meningitis.
      • Pembuluh darah – aneurysme mycotik.
      • Abdomen – melena, nyeri akut.

    E. Evaluasi diagnostik


    1. Kriteria mayor
      • Kultur darah – sedikitnya 2 kali kultur darah seri positif.
      • Keterlibatan endocardium (didiagnosa dengan echocardiography) – identifikasi vegetasi dan mengkaji lokasi dan ukuran lesi.
      • Insufisiensy katup baru / regurgitasi.
    2. Kriteria minor
      • Predisposisi kondisi jantung atau penggunaan obat-obatan IV.
      • Demam tinggi > 38 0C.
      • Faktor vaskuler – komplikasi pulmonal, emboli, lesi janeway.
      • Faktor immunologi – nodus Osler, Roth’s spot, factor rheumatoid.
      • Mikrobiologi – kultur positif tapi tidak ditemukan criteria mayor.
      • Echocardiogram – konsisten dengan penyakit, tapi tidak ada criteria mayor.

    F. Manajemen


    1. Terapi antibiotic, didasarkan pada sensitifitas agen penyebab selama 4 sampai 6 minggu. Kadar serum bakterisid dari antibiotic yang dipilih dimonitor dengan titer seri. Dosis antibiotic yang tidak diberikan mungkin mengakibatkan konsekuensi yang irreversible.
    2. Kultur urine – diperoleh setelah 48 jam sampai dikaji efektifitas terapi obat.
    3. Kultur darah ulang diperoleh setelah 48 jam untuk mengkaji efektifitas terapi obat.
    4. Follow up dengan ahli jantung.
    5. Suplemen nutrisi
    6. Intervensi pembedahan, bila:
    • Lesi katup rusak akut – eksisi katup yang terinfeksi atau membuang katup prosthetic.
    • Gangguan hemodynamic, gagal jantung berat.
    • Emboli yang kambuh
    • Infeksi yang reisten

    G. Komplikasi


    1. Gagal jantung berat karena insufisiensi katup
    2. Infeksi refractory
    3. Episode embolik (iskemia atau nekrosis ekstremitas atau organ)
    4. Gangguan konduksi
    5. Disfungsi organ yang diakibatkan oleh proses immunologi (jantung, mata, kulit)
    6. Penghancuran jaringan oleh mikroorganisme, kerusakan katup dan pembentukan abses katup jantung.

    H. Referensi


    1. Cardiovascular Care Made Incredibly Visual! (2nd edition); Lippincott Williams & Wilkins, 2011.
    2. Carpenito-Moyet, Lynda Juall (2010). Handbook of Nursing Diagnosis: Lippincott Williams & Wilkins.
    3. Mills, Elizabeth Jacqueline (2006). Handbook of Medical-Surgical Nursing (4th edition): Lippincott Williams & Wilkins.
    4. Woods. Susan L., Froelicher, Erika Siyarajan, Motzer, Sandra Adams (Uderhill), Bridges, Elizabeth J. (2005). Cardiac Nursing (5th edition): Lippincott Williams & Wilkins.
    5. Nettina, Sandra M. (2010). Lippincott Manual of Nursing practice (9th edition): Lippincott Williams & Wilkins